Syekh
Nawawi al – Bantani
(Ulama
Indonesia Yang Menjadi Imam Besar Di
Masjidil Haram)
Imam
Nawawi adalah ulama Banten yang tidak asing lagi di Indonesia, bahkan ketenaran
Beliau sampai di Timur Tengah, Khususnya Arab dan pernah menjadi Imam Besar di
Masjidil Haram, Makkah. Beliau dilahirkan di Desa Pedaleman Kecamatan tanara –
Serang Banten. Beliau adalah ulama Indonesia yang banyak menulis Kitab – Kitab
yang tersebar di pesantren – pesantren di Indonesia dan masih dijadikan rujukan
sampai sekarang oleh para Ulama – Ulama Indonesia. Beliau juga dikenal sebagai
Guru Besar di Indonesia yang banyak melahirkan murid – murid yang menjadi ulama
– ulama besar di indonesia. Diantaranya murid beliau yang berasal dari
Indonesia KH. Kholil (Bangkalan, Madura), KH. Hasyim Asy’ari (Pendiri Nahdlatul
Ulama, Jombang, Jawa Timur), Kyai Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah,
Yogyakarta), Kyai Raden Asnawi (Kudus, Jawa Tengah), KH. Tubagus Bakri
(Purwakarta, Jawa Barat), dll.
Imam
Nawawi merupakan Keturunan dari Putera Sultan Maulana Hasanuddin Banten
generasi yang ke 12, pada tahun 1230 Hijriyah atau 1815 Masehi. Ayah Beliau
merupakan Ulama Banten yang bernama Syekh Umar bin Arabi Al – Bantani.
sedangkan ibunya bernama Zubaedah. pada masa kelahiran Beliau, Banten berada
dalam situasi kemunduran yang dikuasai oleh VOC pemerintah Belanda. Sultan yang
memerintah pada waktu itu adalah Muhammad Rafiuddin pada tahun 1813 – 1820
Masehi yang merupakan periode terahir Kesultanan Banten.
Imam
Nawawi pertama kali belajar kepada Ayahnya, Umar bin Arabi. Bersama dengan
saudara kandungnya, Tamim dan Ahmad. Sejak kecil beliau dikenal sebagai anak
cerdas dan kritis, oleh sebab dengan potensi yang luar biasa, ayahnya berniat
mengirim anaknya ke berbagai pesantren di pulau jawa. Pertama imam Nawawi
belajar pada Haji Syahal di banten dan kemudian Beliau dikirim ke daerah
Purwakarta (Karawang) Jawa Barat, pada Raden haji Yusuf, seorang kyai Alim yang
muridnya banyak beasal dari luar tanah Sunda.
Pada
usianya yang terbilang sangat muda yaitu 15 tahun, beliau telah mengajar banyak
orang di Banten, dan pada usia itu pula Beliau menunaikan Haji dan bermukim di Makkah selama 3 tahun. Di
tempat ini beliau banyak belajar ke beberapa guru di sana seperti Ahmad
Nahrawi, Syekh Ahmad Dimyati dan Ahmad Zaini Dahlan. Beliau juga pernah belajar
di Madinah kepada Syeikh Muhammad Khatib al – Hambali.
Sekitar
tahun 1831 Masehi, Beliau kembali ke Tanah Air, sesampainya dikampung halaman,
Beliau meneruskan pesantren ayahnya. Pada saat itu kondisi ditanah Banten
sendiri sangat memprihatinkan dan banyak sekali praktik ketidakadilan dan
kekejaman dibawah naungan VOC. Melihat keadaan seperti ini, Imam nawawi
berusaha mengobarkan bara api pada masyarakat Banten guna melawan para penjajah
Belanda. Beliau sempat di tuduh oleh Belanda sebagai pengikut pangeran
diponegoro yang saat itu tengah gencar – gencarnya melakukan perlawanan sengit
terhadap penjajah.
Setelah
3 tahun berada di tanara, yang bertepatan dengan padamnya perang diponegoro
(1830 M), karena situasi politik yang tidak menguntungkan, ahirnya beliau
kembali ke Makkah untuk yang kedua kalinya guna melanjutkan belajar yang sempat
tertunda. Sejak saat itu, beliau tidak pernah kembali lagi ke Indonesia. Disana
beliau mendalami ilmu – ilmu agama dari para gurunya, seperti syekh Muhammad
Khatib Sambas, Syekh Abdul Gani Bima, Syekh Yususf Sumulaweni dan Syekh Abdul
Hamid Dagastani. Selain belajar di Makkah beliau juga belajar di Mesir dan Syam
(syiria), pada saat itu mesir sedang terjadi namanya masa pembaharuan pemikiran
keislaman Syeikh Muhammad Abduh.
Pada
tahun 1869 Masehi Beliau mulai mengajar di Masjidil Haram karena prestasi dan
kedalaman pengetahuan agamanya, beliau tercatat sebagai Syeikh di sana. Setiap
harinya beliau selalu disibukkan mengajar kepada murid – muridnya dan hampir
semua bidang beliau ajarkan. Dalam bidang syariat, beliau mendasarkan
pandangannya pada Al quran, Hadits, ijma dan qiyas. Hal itu sesuai dengan
mazhab Imam Syafi’i. Ketika beliau mengajar di Masjidil Haram, Beliau dikenal
sebagai guru yang dicintai murid – murid, karena pembahasan dan penjelasannya
yang sederhana dan mudah dipahami.
Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya, bahwa beliau merupakan ulama yang banyak menghasilkan
karangan atau tulisan yang masih menjadi rujukan bagi ulama – ulama seperti
yang tersebar di pesantren – pesantren tradisional yang masih dikaji sampai
sekarang. Karya – karya beliau yang dijadikan rujukan meliputi berbagai bidang,
diantaranya Ilmu Tauhid, Fiqih, Tasawuf dan Tafsir. Karya – karya inilah yang
menjadikan nama Beliau dikenal di Indonesia bahkan Dunia.
Beliau
menulis karangan ini disebabkan oleh desakan teman – temannya yang kebanyakan
berasal dari tanah jawa agar mempermudah mereka dalam memahami ilmu – ilmu yang
beliau ajarkan. Sebagian besar karangan atau kitab yang beliau tulis adalah
Syarah (penjelasan) dari Ulama – ulama sebelumnya yang populer dan sulit untuk
dipahami. Alasan lain Beliau menulis karena berkeinginan untuk melestarikan
karya Ulama terdahulu yang semakin hari mengalami perubahan pemahaman.
Dalam
menyusun ataupun menulis kitab, Beliau selalu konsultasi dengan ulama – ulama
lainya disekitaran, guna memastikan dan mendiskusikan karyanya sebelum dicetak
dan disebar luaskan. Penerbitan karya yang beliau buat telah tersebar keseluruh
penjuru dunia seperti Mesir dan Syiria. Karena kemasyhurannya Beliau termasuk
dalam kategori Ulama Besar diabad 19 Masehi. Oleh sebab itu Beliau mendapatkan
gelar Min Ayan ‘Ulama Al – Qarn Al – Arabi Al – Ashar Li Al – Hijrah, Beliau
juga dikenal sebagai “Sayyid Al- Hijaz”.
Dalam
beberapa tulisannya, seringkali Imam Nawawi mengaku dirinya sebagai penganut
Teologi As’ary, karya Beliau yang banyak dikaji di Indonesia dalam Bidang ini
adalah Fath al Majid, Tijan al Durari,
Nur al Dzulam, Bahjat al Wasail, Kasyifatu as Suja dan lain- lain. Selain itu
dalam bidang Fiqih diantaranya Syarh Safinat al Naja, Syarh Sulam al Taufiq, Nihayat
al Zain dan Tasyrih ala fathul Qarib. Dalam bidang Tasawuf diantaranya Al
Futuhat al Madaniyah fi Syuab al Imaniyah, Makkah : Mathba’at al Miriyah, Fath
al Shamad al Alim, Mesir : Mathbaat al Kutub ‘Arabiyah Al Kubra’ 1328, dan lain
– lain. Dan dalam bidang Tafsir seperti Tafsir al Munir.
Selain
disibukkan dengan menulis, Beliau juga sering diundang untuk mengisi seminar di
beberapa kampus ternama salah satunya adalah Universitas Al – Azhar, Mesir.
Beliau mengisi seminar tersebut dengan forum diskusi ilmiah bersama mahasiswa
disana.
Imam
Nawawi juga dikenal sebagai Ulama Indonesia yang menjadi Imam di Majid Al Haram
dan seorang Ulama yang memiliki banyak karomah (keistimewahan), seperti
menjadikan telunjuknya sebagai penerang atau lampu. Kisahnya pada waktu itu
Beliau sedang dalam perjalanan dari Makkah ke Madinah, Beliau duduk diatas
punggung unta yang dilengkapi dengan rumah – rumahan (Syuqduf) pada malam hari.
Pada waktu itu Beliau mendapati inspirasi dan ingin segera menulisnya, oleh
sebab itu beliau berdoa kepada Allah untuk menjadikan telunjuknya menjadi lampu
penerang, atas izinnya lah, seketika itu telunjuknya bersinar, dan beliau mulai
menulis hingga selesai. Adapun kitab yang Beliau tulis adalah Maroqil Ubudiyah
Syarh dari Matan Bidayatul Hidayah karangan Imam al Ghazali.
Karomah
lain juga yang dimiliki Beliau adalah dapat melihat Ka’bah dari kejauhan, waktu
itu Beliau masih remaja dan mengunjungi Masjid Sekojan Jakarta, masjid ini
dibangun oleh Sayyid Usman dan sayyid Usaman sendiri yang menentukan kiblatnya.
Pada saat itu Imam Nawawi memberitahukan bahwa arah kiblat masjid ini salah dan
Beliau Sayyid usman tidak percaya akan pendapat imam Nawawi yang masih remaja
tersebut, setelah bepegang pada pendiriannya masing – masing. Ahirnya Imam
nawawi merangkul sayyid Usman dan menunjuk tangan kanannya ke arah Kiblat
seraya berkata “lihatlah Sayyid. Itulah Ka’bah tempat kiblat kita. Lihat dan
perhatikanlah! Tidakkah Ka’bah itu terlihat amat jelas? Sementara kiblat masjid
ini agak ke kiri. Maka perlulah kiblatnya digeser ke kanan agar tepat menghadap
ke ka’bah,” ujar syakh Nawawi remaja.
Diantara
karomah lain yang Beliau miliki adalah dapat mengeluarkan Buah Rambutan
ditangannya ketika mengajar di Makkah, Tanah pekarangan di Tanara Bertuah
sehingga tidak ada yang berani menidikan bangunan di tanah tersebut, jenazahnya
tetap utuh dan masih banyak lagi karomah lain.
No comments:
Post a Comment