MAKALAH Model dan Pendekatan Evaluasi Pembelajaaran


BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku karena interaksi individu dengan lingkungan dan pengalaman yang dilakukan secara sadar dan terencana. Dalam proses pembelajaran, tahap penilaian atau evaluasi diperlukan untuk melihat perubahan atau hasil yang telah dicapai oleh peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung. Penilaian atau evaluasi diartikan sebagai proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik. Evaluasi tidak dapat dipisahkan dari pembelajaran, karena keefektifan pembelajaran dapat diketahui melalui adanya evaluasi. Dengan kata lain, melalui evaluasi semua komponen pembelajaran dapat diketahui apakah dapat berfungsi sebagaiana mestinya atau tidak. Guru dapat mengetahui tingkat kemampuan peserta didik, baik secara kelompok maupun perorangan. Mengingat betapa pentingnya evaluasi pembelajaran dalam proses belajar mengajar, maka penulisan makalah ini bertujuan untuk memaparkan tentang model-model evaluasi pembelajaran, dan macam-macam pendekatan evaluasi pembelajaran.

2.      Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan model-model evaluasi pembelajaran?
2.      Apa saja model-model evaluasi pembelajaran?
3.      Apa yang dimaksud dengan pendekatan evaluasi pembelajaran
4.      Apa saja pendekatan evaluasi pembelajaran itu?

3.      Tujuan
1.      Untuk mengetahui apa itu model-model evaluasi pembelajaran.
2.      Untuk mengetahui model-model evaluasi pembelajaran.
3.      Untuk mengetahui apa itu pendekatan evaluasi pembelajaran.
4.      Untuk mengetahui macam-macam pendekatan evaluasi pembelajaran.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    MODEL-MODEL EVALUASI PEMBELAJARAN
1.    Pengertian dan Tujuan Model-Model Evaluasi PEmbelajaran
a.      Pengertian
Model pembelajaran adalah seluruh rangkaian penyajian materi ajar yang meliputi segala aspek sebelum sedang dan sesudah pembelajaran yang dilakukan guru serta segala fasilitas yang terkait yang digunakan secara langsung atau tidak langsung dalam proses belajar mengajar.[1] Model mengajar dapat diartikan sebagai suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi peserta didik, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas dalam setting pengajaran atau setting lainnya.[2]
Model pembelajaran yang baik digunakan sebagai acuan perencanaan dalam pembelajaran di kelas ataupun tutorial untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran yang sesuai dengan dengan bahan ajar yang diajarkan (Trianto, 2011).[3]
Model pembelajaran yang baik digunakan sebagai acuan perencanaan dalam pembelajaran di kelas ataupun tutorial untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran yang sesuai dengan dengan bahan ajar yang diajarkan (Trianto, 2011).[4]
Menurut Arrend ada empat hal yang sangat berkaitan dengan model pembelajaran yaitu: 
·         Teori rasional yang logis yang disusun oleh para penciptanya atau pengembangnya. 
·         Titik pandang/landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar. 
·         Perilaku guru yang mengajar agar model pembelajarannya dapat berlangsung baik. 
·         Struktur kelas yang diperlukan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang maksimal (Trianto, 2009).
b.      Fungsi
Fungsi Model Pembelajaran adalah sebagai pedoman bagi pengajar dan para guru dalam melaksanakan pembelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa setiap model yang akan digunakan dalam pembelajaran menentukan perangkat yang dipakai dalam pembelajaran tersebut.[5] Fungsi Model Pembelajaran yang tepat dapat mendorong tumbuhnya rasa senang siswa terhadap pelajaran, menumbuhkan dan meningkatkan motivasi dalam mengerjakan tugas, memberikan kemudahan bagi siswa untuk memahami pelajaran sehingga memungkinkan siswa mencapai hasil belajar yang lebih baik.[6]
Istilah model Pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi, metode, atau prosedur. Model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode, atau prosedur. Ciri-ciri tersebut antara lain:[7]
1.      Rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya;
2.      Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai);
3.      Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil;
4.      Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai (Kadir dan Nur, 2009:0).

2.    Model-model Evaluasi Pembelajaran
Pada tahun 1949, Tyler pernah mengemukakan model evaluasi black box. Model ini banyak digunakan oleh orang-orang yang melakukan kegiatan evaluasi. Sekitar tahun 1972, model evaluasi mulai berkembang. Taylor dan Cowley, misalnya, berhasil mengumpulkan berbagai pemikiran tentang model evaluasi dan menerbitkannya dalam suatu buku. Model evaluasi yang dikembangkan lebih banyak menggunakan pendekatan positivisme yang berakar pada teori psikometrik. Dalam model tersebut, pengukuran dan tes masih sangat dominan, sekalipun tidak lagi diidentikkan dengan evaluasi. Penggunaan disain eksperimen seperti yang dikemukakan Campbell dan Stanley (1963) menjadi ciri utama dari model evaluasi. Berkembangnya model evaluasi pada tahun 70-an tersebut diawali dengan adanya pandangan alternatif dari para expert. Perkembangan lain yang menarik dalam model evaluasi ini adalah adanya suatu upaya untuk bersikap eklektik dalam penggunaan pendekatan positivisme maupun fenomenologi yang oleh Patton (1980) disebut paradigm of choice. Walaupun usaha ini tidak melahirkan model dalam pengertian terbatas tetapi memberikan alternatif baru dalam melakukan evaluasi.[8]
Said Hamid Hasan (2009) mengelompokkan model evaluasi sebagai berikut :
1.      Model evaluasi kuantitatif, yang meliputi : model Tyler, model teoritik Taylor dan Maguire, model pendekatan sistem Alkin, model Countenance Stake, model CIPP, model ekonomi mikro.
2.      Model evaluasi kualitatif, yang meliputi : model studi kasus, model iluminatif, dan model responsive
Ada juga model evaluasi yang dikelompokkan Nana Sudjana dan R.Ibrahim (2007 : 234) yang membagi model evaluasi menjadi empat model utama, yaitu “measurement, congruence, educational system, dan illumination”. Dari beberapa model evaluasi di atas, beberapa diantaranya akan dikemukakan secara singkat sebagai berikut :
1.      Model Tyler
Nama model ini diambil dari nama pengembangnya yaitu Tyler. Dalam buku Basic Principles of Curriculum and Instruction, Tyler banyak mengemukakan ide dan gagasannya tentang evaluasi. Salah satu bab dari buku tersebut diberinya judul how can the the effectiveness of learning experience be evaluated ? Model ini dibangun atas dua dasar pemikiran. Pertama, evaluasi ditujukan kepada tingkah laku peserta didik. Kedua, evaluasi harus dilakukan pada tingkah laku awal peserta didik sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran dan sesudah melaksanakan kegiatan pembelajaran (hasil). Dasar pemikiran yang kedua ini menunjukkan bahwa seorang evaluator harus dapat menentukan perubahan tingkah laku apa yang terjadi setelah peserta didik mengikuti pengalaman belajar tertentu, dan menegaskan bahwa perubahan yang terjadi merupakan perubahan yang disebabkan oleh pembelajaran. Penggunaan model Tyler memerlukan informasi perubahan tingkah laku terutama pada saat sebelum dan sesudah terjadinya pembelajaran. Istilah yang populer dikalangan guru adalah tes awal (pre-test) dan tes akhir (post- test). Model ini mensyaratkan validitas informasi pada tes akhir. Untuk menjamin validitas ini maka perlu adanya kontrol dengan menggunakan disain eksperimen. Model Tyler disebut juga model black box karena model ini sangat menekankan adanya tes awal dan tes akhir. Dengan demikian, apa yang terjadi dalam proses tidak perlu diperhatikan. Dimensi proses ini dianggap sebagai kotak hitam yang menyimpan segala macam teka-teki. Menurut Tyler, ada tiga langkah pokok yang harus dilakukan, yaitu :
a.       Menentukan tujuan pembelajaran yang akan dievaluasi.
b.      Menentukan situasi dimana peserta didik memperoleh kesempatan untuk menunjukkan tingkah laku yang berhubungan dengan tujuan.
c.       Menentukan alat evaluasi yang akan dipergunakan untuk mengukur tingkah laku peserta didik.
2.      Model yang Berorientasi pada Tujuan Sebelum KBK 2004
Anda mungkin pernah mengenal adanya tujuan pembelajaran umum dan tujuan pembelajaran khusus. Model evaluasi ini menggunakan kedua tujuan tersebut sebagai kriteria untuk menentukan keberhasilan. Evaluasi diartikan sebagai proses pengukuran hinggamana tujuan pembelajaran telah tercapai. Model ini banyak digunakan oleh guru- guru karena dianggap lebih praktis untuk menentukan hasil yang diinginkan dengan rumusan yang dapat diukur. Dengan demikian, terdapat hubungan yang logis antara kegiatan, hasil dan prosedur pengukuran hasil. Tujuan model ini adalah membantu Anda merumuskan tujuan dan menjelaskan hubungan antara tujuan dengan kegiatan. Jika rumusan tujuan pembelajaran dapat diobservasi (observable) dan dapat diukur (measurable), maka kegiatan evaluasi pembelajaran akan menjadi lebih praktis dan simpel.
Model ini dapat membantu Anda menjelaskan rencana pelaksanaan pembelajaran dengan proses pencapaian tujuan. Instrumen yang digunakan bergantung kepada tujuan yang ingin diukur. Hasil evaluasi akan menggambarkan tingkat keberhasilan tujuan program pembelajaran berdasarkan kriteria program khusus. Kelebihan model ini terletak pada hubungan antara tujuan dengan kegiatan dan menekankan pada peserta didik sebagai aspek penting dalam program pembelajaran. Kekurangannya adalah memungkinkan terjadinya proses evaluasi melebihi konsekuensi yang tidak diharapkan.  
3.      Model Pengukuran
Model pengukuran (measurement model) banyak mengemukakan pemikiran- pemikiran dari R.Thorndike dan R.L.Ebel. Sesuai dengan namanya, model ini sangat menitikberatkan pada kegiatan pengukuran. Pengukuran digunakan untuk menentukan kuantitas suatu sifat (atribute) tertentu yang dimiliki oleh objek, orang maupun peristiwa, dalam bentuk unit ukuran tertentu. Anda dapat menggunakan model ini untuk mengungkap perbedaan-perbedaan individual maupun kelompok dalam hal kemampuan, minat dan sikap. Hasil evaluasi digunakan untuk keperluan seleksi peserta didik, bimbingan, dan perencanaan pendidikan. Objek evaluasi dalam model ini adalah tingkah laku peserta didik, mencakup hasil belajar (kognitif), pembawaan, sikap, minat, bakat, dan juga aspek-aspek kepribadian peserta didik. Untuk itu, instrumen yang digunakan pada umumnya adalah tes tertulis (paper and pencil test) dalam bentuk tes objektif, yang cenderung dibakukan. Oleh sebab itu, dalam menganalisis soal sangat memperhatikan difficulty index dan index of discrimination. Model ini menggunakan pendekatan Penilaian Acuan Norma (norm-referenced assessment).
4.      Model Kesesuain (Ralph W.Tyler, John B.Carrol, and Lee J.Cronbach)
Menurut model ini, evaluasi adalah suatu kegiatan untuk melihat kesesuaian (congruence) antara tujuan dengan hasil belajar yang telah dicapai. Hasil evaluasi dapat Anda gunakan untuk menyempurnakan sistem bimbingan peserta didik dan untuk memberikan informasi kepada pihak-pihak yang memerlukan. Objek evaluasi adalah tingkah laku peserta didik, yaitu perubahan tingkah laku yang diinginkan (intended behaviour) pada akhir kegiatan pendidikan, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif maupun psikomotor. Teknik evaluasi yang dapat Anda gunakan tidak hanya tes (tulisan, lisan, dan perbuatan), tetapi juga non-tes (observasi, wawancara, skala sikap, dan sebagainya). Model evaluasi ini memerlukan informasi perubahan tingkah laku pada dua tahap, yaitu sebelum dan sesudah kegiatan pembelajaran. Berdasarkan konsep ini, Anda perlu melakukan pre and post- test. Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh dalam model evaluasi ini adalah merumuskan tujuan tingkah laku (behavioural objectives), menentukan situasi dimana peserta didik dapat memperlihatkan tingkah laku yang akan dievaluasi, menyusun alat evaluasi, dan menggunakan hasil evaluasi. Oleh sebab itu, model ini menekankan pada pendekatan penilaian acuan patokan (PAP).
5.      Educational System Evaluation Model (Daniel L.Stufflebeam, Michael Scriven, Robert E.Stake, dan Malcolm M.Provus)
Menurut model ini, evaluasi berarti membandingkan performance dari berbagai dimensi (tidak hanya dimensi hasil saja) dengan sejumlah kriteria, baik yang bersifat mutlak/interen maupun relatif/eksteren. Model yang menekankan sistem sebagai suatu keseluruhan ini sebenarnya merupakan penggabungan dari beberapa model, sehingga objek evaluasinyapun diambil dari beberapa model, yaitu (1) model countenance dari Stake, yang meliputi : keadaan sebelum kegiatan pembelajaran berlangsung (antecedents), kegiatan yang terjadi dan saling mempengaruhi (transactions), hasil yang diperoleh (outcomes), (2) model CIPP dari Stufflebeam, yang meliputi Context, Input, Process, dan Product, (3) model Scriven yang meliputi  instrumental evaluation and consequential evaluation, (4) model Provus yang meliputi : design, operation program, interim products, dan terminal products. Dari keempat model yang tergabung dalam educational system model, akan dijelaskan secara singkat tentang dua model, yaitu model countenance  dan model CIPP.
Model Stake menitikberatkan evaluasi pada dua hal pokok, yaitu description dan judgement. Setiap hal tersebut terdiri atas tiga dimensi, seperti telah dijelaskan di atas, yaitu antecedents (context), transaction (process), dan outcomes (output). Description terdiri atas dua aspek, yaitu intents (goals) dan observation (effects) atau yang sebenarnya terjadi. Sedangkan judgement terdiri atas dua aspek, yaitu standard dan judgement. Dalam model ini, evaluasi dilakukan dengan membandingkan antara satu program dengan program lain yang dianggap standar. Stake mengatakan description berbeda dengan judgement atau menilai. Dalam ketiga dimensi di atas (antecedents, transaction, outcomes), perbandingan data tidak hanya untuk menentukan apakah ada perbedaan tujuan dengan keadaan yang sebenarnya tetapi juga dibandingkan dengan standar yang absolut untuk menilai manfaat program. Menurut Stake, suatu hasil penelitian tidak dapat diandalkan jika tidak dilakukan evaluasi.
Model CIPP berorientasi kepada suatu keputusan (a decision oriented evaluation approach structured). Tujuannya membantu kepala madrasah dan guru di dalam membuat keputusan. Evaluasi diartikan sebagai suatu proses menggambarkan, memperoleh dan menyediakan informasi yang berguna untuk menilai alternatif keputusan. Sesuai dengan nama modelnya, model ini membagi empat jenis kegiatan evaluasi, yaitu :
a.       Context evaluation to serve planning decision, yaitu konteks evaluasi untuk membantu merencanakan keputusan, menentukan kebutuhan yang akan dicapai oleh program pembelajaran, dan merumuskan tujuan program pembelajaran.
b.      Input evaluation, structuring decision. Kegiatan evaluasi bertujuan untuk membantu mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif apa yang akan diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai tujuan, dan bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya.
c.       Process evaluation, to serve implementing decision. Kegiatan evaluasi ini bertujuan untuk membantu melaksanakan keputusan. Pertanyaan yang harus Anda jawab adalah hinggamana suatu rencana telah dilaksanakan, apakah rencana tersebut sesuai dengan prosedur kerja, dan apa yang harus diperbaiki. d. Product evaluation, to serve recycling decision. Kegiatan evaluasi ini bertujuan untuk membantu keputusan selanjutnya. Pertanyaan yang harus Anda jawab adalah hasil apa yang telah dicapai dan apa yang dilakukan setelah program berjalan.
Proses evaluasi tidak hanya berakhir dengan suatu deskripsi mengenai keadaan sistem yang bersangkutan, tetapi harus sampai pada judgment sebagai simpulan dari hasil evaluasi. Model ini menuntut agar hasil evaluasi digunakan sebagai input untuk decision making dalam rangka penyempurnaan sistem secara keseluruhan. Pendekatan yang digunakan adalah penilaian acuan norma (PAN) dan penilaian acuan patokan (PAP).
6.      Illuminative Model (Malcolm Parlett dan Hamilton)
Jika model measurement dan congruence lebih berorientasi pada evaluasi kuantitatif-terstruktur, maka model ini lebih menekankan pada evaluasi kualitatif-terbuka (open-ended). Kegiatan evaluasi dihubungkan dengan learning milieu, dalam konteks madrasah sebagai lingkungan material dan psiko-sosial, dimana guru dan peserta didik dapat berinteraksi. Tujuan evaluasi adalah untuk mempelajari secara cermat dan hati-hati terhadap pelaksanaan sistem pembelajaran, faktor-faktor yang mempengaruhinya, kelebihan dan kekurangan sistem, dan pengaruh sistem terhadap pengalaman belajar peserta didik. Hasil evaluasi lebih bersifat deskriptif dan interpretasi, bukan pengukuran dan prediksi. Model ini lebih banyak menggunakan judgment. Fungsi evaluasi adalah sebagai input untuk kepentingan pengambilan keputusan dalam rangka penyesuaian dan penyempurnaan sistem pembelajaran yang sedang dikembangkan.
Objek evaluasi model ini mencakup latar belakang dan perkembangan sistem pembelajaran, proses pelaksanaan sistem pembelajaran, hasil belajar peserta didik, kesukaran-kesukaran yang dialami dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan, termasuk efek samping dari sistem pembelajaran itu sendiri. Pendekatan yang digunakan lebih menyerupai pendekatan yang diterapkan dalam bidang antropologi sosial, psikiatri, dan sosiologi. Cara-cara yang digunakan tidak bersifat standard, melainkan bersifat fleksibel dan selektif. Berdasarkan tujuan dan pendekatan evaluasi dalam model ini, maka ada tiga fase evaluasi yang harus Anda tempuh, yaitu : observe, inquiry further, dan seek to explai
7.      Model Responsif Sebagaimana model illuminatif)
Model ini juga menekankan pada pendekatan kualitatif-naturalistik. Evaluasi tidak diartikan sebagai pengukuran melainkan pemberian makna atau melukiskan sebuah realitas dari berbagai perspektif orang-orang yang terlibat, berminat dan berkepentingan dengan program pembelajaran. Tujuan evaluasi adalah untuk memahami semua komponen program pembelajaran melalui berbagai sudut pandangan yang berbeda. Sesuai dengan pendekatan yang digunakan, maka model ini kurang percaya terhadap hal-hal yang bersifat kuantitatif. Instrumen yang digunakan pada umumnya mengandalkan observasi langsung maupun tak langsung dengan interpretasi data yang impresionistik. Langkah-langkah kegiatan evaluasi meliputi observasi, merekam hasil wawancara, mengumpulkan data, mengecek pengetahuan awal (preliminary understanding) peserta didik dan mengembangkan disain atau model. Berdasarkan langkah-langkah ini, evaluator mencoba responsif terhadap orang-orang yang berkepentingan pada hasil evaluasi. Hal yang penting dalam model responsif adalah pengumpulan dan sintesis data.
Kelebihan model ini adalah peka terhadap berbagai pandangan dan kemampuannya mengakomodasi pendapat yang ambigius serta tidak fokus. Sedangkan kekurangannya antara lain (1) pembuat keputusan sulit menentukan prioritas atau penyederhanaan informasi (2) tidak mungkin menampung semua sudut pandangan dari berbagai kelompok (3) membutuhkan waktu dan tenaga. Evaluator harus dapat beradaptasi dengan lingkungan yang diamati. Untuk mempelajari lebih jauh tentang model ini, silahkan Anda membaca buku Stake (1975) atau Lincoln dan Guba (1985).

B.     PENDEKATAN EVALUASI PEMBELAJARAN
1.    Pengertian dan Tujuan Pendekatan Evaluasi Pembelajaran
a.      Pengertian
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu.[9] Pendekatan pembelajaran merupakan cara kerja mempunyai sistem untuk memudahkan pelaksanaan proses pembelajaran dan membelajarkan siswa guna membantu dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.[10] Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Pendekatan yang berpusat pada guru menurunkan strategi pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori. Sedangkan, pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa menurunkan strategi pembelajaran discovery dan inkuiri serta strategi pembelajaran induktif (Sanjaya, 2008:127).[11]
Menurut  pendapat Wahjoedi (1999 121) bahwa, “pendekatan pembelajaran adalah cara mengelola kegiatan belajar dan perilaku siswa agar ia dapat aktif melakukan tugas belajar sehingga dapat memperoleh hasil belajar secara optimal”.[12] Menurut Suherman (1993:220) mengemukakan pendekatan dalam pembelajaran adalah suatu jalan, cara atau kebijaksanaan yang ditempuh oleh guru atau siswa dalam pencapaian tujuan pembelajaran dilihat dari sudut bagaimana proses pembelajaran atau materi pembelajaran itu, umum atau khusus.[13]
b.      Tujuan
Tujuan pendekatan bagi suatu pengajaran adalah pedoman umum dan langsung bagi langkah-plangkah metode pengajaran yang akan digunakan. Sering dikatakan bahwa pendekatan melahirkan metode. Artinya metode suatu bidang studi, ditentukan oleh pendekatan yang digunakan. Di samping itu, ditentukan oleh pendekatan yang digunakan. Disamping itu tidak jarang nama metode pembelajaran diambil dari anam pendekatannya. Sebagi contoj dalam pengajaran bahasa. Pendekatan komunikatif melahirkan metode komunikatif.[14]
Bila prinsip lahir dari teori-teori bidang-bidang yang relevan, pendekatan lahir dari asumsi terhadap bidang-bidang yang relevan pula. Misalnya, pendekatan pengajaran bahasa lahir dari asumsi-asumsi yang muncul terhadap bahasa sebagai bahan ajar, asumsi terhadap apa yang dimaksud dengan belajar, dan asumsi terhadap apa yang dimaksud dengan menagjar. Berdasarkan asumsi-asumsi itulah kemudia muncul pendekatan pengejaran yang dianggap cocok bagi asumsi-asumsi tersebut. Asumsi terhadap bahasa sebagai alat komunikasi dan bahwa bahasa yang utama adalah melalui komunikasi dan lahirlah pendekatan komunikatif.[15]

2.    Pendekatan Evalusi Pembelajaran
Pendekatan merupakan sudut pandang seseorang dalam mempelajari sesuatu. Dengan demikian, pendekatan evaluasi merupakan sudut pandang seseorang dalam menelaah atau mempelajari evaluasi. Dilihat dari komponen pembelajaran, pendekatan evaluasi dapat dibagi dua, yaitu pendekatan tradisional dan pendekatan sistem. Dilihat dari penafsiran hasil evaluasi, pendekatan evaluasi dibagi menjadi dua, yaitu criterion-referenced evaluation dan norm-referenced evaluation.
Rounded Rectangle: Komponen Pembelajaran
Rounded Rectangle: Pendekatan Evaluasi Pembelajaran
Rounded Rectangle: Criterion-Referenced evaluation
Rounded Rectangle: Penafsiran Hasi Evaluasi
Rounded Rectangle: Norm-Referenced Evaluation
 









1.      Pendekatan tradisional
Pendekatan ini berorientasi kepada praktik evaluasi yang telah berjalan selama ini di madrasah yang ditujukan kepada perkembangan aspek intelektual peserta didik. Aspek-aspek keterampilan dan pengembangan sikap kurang mendapat perhatian yang serius. Peserta didik hanya dituntut untuk menguasai mata pelajaran. Kegiatan-kegiatan evaluasi juga lebih difokuskan kepada  komponen produk saja, sementara komponen proses cenderung diabaikan. Hasil kajian Spencer cukup memberikan gambaran betapa pentingnya evaluasi pembelajaran. Ia mengemukakan sejumlah isi pendidikan yang dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk merumuskan tujuan pendidikan secara komprehensif dan pada gilirannya menjadi acuan dalam membuat perencanaan evaluasi. Namun demikian, tidak sedikit guru mengalami kesulitan untuk mengembangkan sistem evaluasi di madrasah karena bertentangan dengan tradisi yang selama ini sudah berjalan. Misalnya, ada tradisi bahwa target kuantitas kelulusan setiap madrasah harus di atas 95 %, begitu juga untuk kenaikan kelas. Ada juga tradisi bahwa dalam mata pelajaran tertentu nilai peserta didik dalam buku rapot harus minimal enam. Seharusnya, kebijakan evaluasi lebih menekankan kepada target kualitas yaitu kepentingan dan kebermaknaan pendidikan bagi anak.
2.      Pendekatan Sistem
Sistem adalah totalitas dari berbagai komponen yang saling berhubungan dan ketergantungan. Jika pendekatan sistem dikaitkan dengan evaluasi, maka pembahasan lebih difokuskan kepada komponen evaluasi, yang meliputi : komponen kebutuhan dan feasibility, komponen input, komponen proses, dan komponen produk. Dalam bahasa Stufflebeam disingkat CIPP, yaitu context, input, process dan pruduct. Komponen-komponen ini harus menjadi landasan pertimbangan dalam evaluasi pembelajaran secara sistematis. Berbeda dengan pendekatan tradisional yang hanya menyentuh komponen produk saja, yaitu perubahan perilaku apa yang terjadi pada peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran. Pendekatan ini tentu tidak salah, hanya tidak sistematis. Padahal, Anda juga tahu bahwa hasil belajar tidak akan ada bila tidak melalui proses, dan proses tidak bisa berjalan bila tidak ada masukan dan guru yang melaksanakan.
Dalam literatur modern tentang evaluasi, terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan untuk menafsirkan hasil evaluasi, yaitu penilaian acuan patokan (criterion-referenced evaluation) dan penilaian acuan norma (norm-referenced evaluation). Artinya, setelah Anda memperoleh skor mentah dari setiap peserta didik, maka langkah selanjutnya adalah mengubah skor mentah menjadi nilai dengan menggunakan pendekatan tertentu.
1.      Penilaian Acuan Patokan (PAP)
Pendekatan ini sering juga disebut penilaian norma absolut. Jika Anda ingin menggunakan pendekatan ini, berarti Anda harus membandingkan hasil yang diperoleh peserta didik dengan sebuah patokan atau kriteria yang secara absolut atau mutlak telah ditetapkan oleh guru. Anda juga dapat menggunakan langkah-langkah tertentu untuk menggunakan PAP, seperti menentukan skor ideal, mencari rata-rata dan simpangan baku ideal, kemudian menggunakan pedoman konversi skala nilai. Pendekatan ini cocok digunakan dalam evaluasi atau penilaian formatif yang berfungsi untuk perbaikan proses pembelajaran. Umumnya, seorang guru yang menggunakan PAP sudah dapat menyusun pedoman konversi skor menjadi skor standar sebelum kegiatan evaluasi dimulai. Oleh sebab itu, hasil pengukuran dari waktu ke waktu dalam kelompok yang sama atau berbeda dapat dipertahankan keajegannya. PAP dapat menggambarkan prestasi belajar peserta didik secara objektif apabila alat ukur yang digunakan adalah alat ukur yang standar.
2.      Penilaian Acuan Norma (PAN)
Salah satu perbedaan PAP dengan PAN adalah penggunaan tolak ukur hasil/skor sebagai pembanding. Pendekatan ini membandingkan skor setiap peserta didik dengan teman satu kelasnya. Makna nilai dalam bentuk angka maupun kualifikasi memiliki sifat relatif. Artinya, jika Anda sudah menyusun pedoman konversi skor untuk suatu kelompok, maka pedoman itu hanya berlaku untuk kelompok itu saja dan tidak berlaku untuk kelompok yang lain, karena distribusi skor peserta didik sudah berbeda. Untuk memahami kedua pendekatan evaluasi atau penilaian tersebut di atas, silahkan Anda membaca modul berikutnya.


BAB III
PENUTUP
1.      Kesimpulan
Model pembelajaran adalah seluruh rangkaian penyajian materi ajar yang meliputi segala aspek sebelum sedang dan sesudah pembelajaran yang dilakukan guru serta segala fasilitas yang terkait yang digunakan secara langsung atau tidak langsung dalam proses belajar mengajar. Fungsi Model Pembelajaran adalah sebagai pedoman bagi pengajar dan para guru dalam melaksanakan pembelajaran. Ada dua model evaluasi pembelajaran, yaitu (1) model evaluasi kuantitatif, yang meliputi : model Tyler, model teoritik Taylor dan Maguire, model pendekatan sistem Alkin, model Countenance Stake, model CIPP, model ekonomi mikro dan (2) model evaluasi kualitatif, yang meliputi : model studi kasus, model iluminatif, dan model responsif.
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Tujuan pendekatan bagi suatu pengajaran adalah pedoman umum dan langsung bagi langkah-plangkah metode pengajaran yang akan digunakan. Berdasarkan komponen pembelajaran, pendekatan evaluasi dibagi dua yaitu pendekatan tradisional (hanya komponen produk) dan pendekatan sistem (semua komponen pembelajaran). Berdasarkan penafsiran hasil evaluasi, terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan, yaitu criterion-referenced evaluation dan norm-referenced evaluation.

2.      Penutup
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca memberi kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi serupanya makalah ini dan penulis makalah dikesempatan-kesempatan berikutnnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca pada umumnya.


DAFTAR PUSTAKA
Dikutip dari https://id.wikipedia.org/wiki/Model_pembelajaran yang dikutip sebelumnya dari Istarani.2012.58 Model Pembelajaran Innovatif.Medan.Media Persada
Dikutip dari https://id.wikipedia.org/wiki/Model_pembelajaran yang dikutip sebelumnya dari Jihad dan Harris.2012.Evaluasi Pembelajaran.Yogyakarta.Multi Presindo
Dikutip dari https://id.wikipedia.org/wiki/Model_pembelajaran yang sebelumnya telah dikutip oleh  Shoimin.2014.68 Model Pembelajaran Innovatif dalam Kurikulum 2013.Yogyakarta.Ar-Ruzz Media
Arivin, Zainal.  2012. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.



[1] Dikutip dari https://id.wikipedia.org/wiki/Model_pembelajaran yang dikutip sebelumnya dari Istarani.2012.58 Model Pembelajaran Innovatif.Medan.Media Persada
[2] Dikutip dari https://id.wikipedia.org/wiki/Model_pembelajaran yang dikutip sebelumnya dari Jihad dan Harris.2012.Evaluasi Pembelajaran.Yogyakarta.Multi Presindo
[5] Dikutip dari https://id.wikipedia.org/wiki/Model_pembelajaran yang sebelumnya telah dikutip oleh  Shoimin.2014.68 Model Pembelajaran Innovatif dalam Kurikulum 2013.Yogyakarta.Ar-Ruzz Media
[7] Ibid,
[8] Zainal Arivin, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), hal. 68.
[10] Ibid,
[11] Ibid,
[12] Ibid,
[13] Ibid,
[15] Ibid,

No comments:

Post a Comment

Syekh Nawawi al-Bantani

Syekh Nawawi al – Bantani (Ulama Indonesia Yang   Menjadi Imam Besar Di Masjidil Haram) Imam Nawawi adalah ulama Banten yang tidak asi...